Welcome to my blog "site about my diary, coment about social, economics and politics"

Minggu, 22 Maret 2009

Caleg

Nonton Democrazy malam ini memang lucu. Topiknya mengenai ragam latar belakang caleg. Ada caleg yang petani, doktor tunanetra, bahkan ada yang bule. Mereka rela mengeluarkan uang banyak supaya dirinya terpilih. Contohnya yang petani sampai menggadaikan tanahnya senilai 40 juta rupiah. Memang, caleg merupakan suatu fenomena yang luarbiasa menjelang pemilu ini.

Alasan mereka menjadi caleg pada umumnya ingin memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya. Tentu ini adalah alasan yang mulia, tapi apakah benar demikian?


Bayangkan seorang caleg yang menggadaikan tanah tadi seharga 40 juta rupiah untuk menjadi caleg ditambah dengan biaya-biaya lain untuk kampanye total mencapai 100 juta rupiah. Katakanlah dia nanti terpilih menjadi anggota DPRD tingkat II. Sebelum menjadi anggota dewan, dia mempunyai penghasilan dari bertani sekali panen sekitar 10 juta, dikurangi biaya-biaya masih mempunyai 8 juta dalam kurun waktu 4 bulan. Setelah menjadi Caleg dia mempunyai gaji sekitar 8 juta sebulan. Biaya hidup sebelum menjadi caleg katakanlah pas-pasan sekitar 1,5 sampai dengan 2 juta sebulan. Setelah menjadi caleg biaya hidup pun meningkat. Karena tentu ada perbedaan style ketika menjadi petani sama setelah menjadi anggota dewan. Biaya hidup setelah menjadi anggota dewan kira-kira sekitar 5 juta sebulan artinya masih ada saving sekitar 3 juta sebulan. Uang 3 juta apabila dikumpulkan selama masa dia bertugas kira-kira sekitar 3x12x5 juta. Atau sekitar 180 juta. Dikurangi biaya kampanye 100 juta masih ada sekitar 80 juta. Namun demikian si anggota dewan ini masih harus memberikan sumbangan dan segala macam tetek bengek kepada masyarakat. Karena ada aja masyarakat yang datang berkeluh kesah. Ditambah tim sukses yang meminta imbal balik. Total ditotal uang 80 juta itu habis hanya untuk yang demikian. So?

Artinya kalau dihitung secara matematis demikian, menjadi caleg itu tidak menguntungkan dari segi penghasilan. Apalagi jika ingin menjadi kaya. Jauh dari tanah ke langit deh.

Tapi dikisahkan juga ada seorang anggota dewan bernama A, sebelum menjadi anggota dewan dia cuma seorang tukang ojek. Karena keberuntungan diapun terpilih menjadi anggota dewan. Tapi si tukang ojek ini luar biasa, setelah menjadi anggota dewan, motor ojeknya telah berganti menjadi BMW. Rumahnya tiba-tiba menjadi banyak. Saudara-saudaranya pun kecipratan. Mereka rata-rata bisa memperbaiki rumahnya menjadi bagus. Luar biasa kan?

Jadi, menjadi anggota dewan dapat membuat kaya toh? La iya lah. Kalau nggak kaya ngapain sampe bela-belain jual tanah.

Salah dong hitung-hitungan kita. Kan udah sesuai penghasilan. Ah, pusing. Kita apa anggota dewan yang salah hitung? Atau memang ada hitung-hitungan lain ya. Auk ah…

1 komentar: